BAB
1
PENDAHULUAN
Manajemen sumber daya manusia, disingkat
MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan
sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan
efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal)
bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari
pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan
bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa
bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll. Unsur MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut
desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan
semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber
daya manusianya.
Dari hasil pengolahan dan analisa terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan Upah Minimum Propinsi di Indonesia dengan
menggunakan Stata maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Terbukti secara
statistik bahwa PDRB, IHK dan KHM mempengaruhi UMP. Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) terbukti signifikan dan berkorelasi negatif mempengaruhi Upah
Minimium Propinsi, hal ini terjadi pada daerah-daerah dengan PDRB tidak terlalu
besar akan tetapi kebutuhan hidupnya tinggi, misal di Indonesia bagian timur.
Sedangkan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dan Indeks Harga Konsumen
signifikan dan berkorelasinya positif.
2. Terbukti secara
statistik bahwa peningkatan kesejahteraan buruh di Indonesia dari waktu ke
waktu tidak mengalami peningkatan karena besarnya kenaikan upah minimum secara
umum lebih rendah dari kenaikan harga kebutuhan hidup minimum, sehingga buruh
tidak dapat hidup secara layak.
3. Dalam penentuan
kebijakan Upah Minimum Propinsi Faktor KHM dan IHK dan PDRB tetap menjadi
pertimbangan utama, dan selain beberapa faktor tersebut ternyata yang juga
berperan adalah proses politik, kemampuan negosiasi dan posisi tawar dari
masing-masing unsur di dalam Dewan Pengupahan. Walaupun pada akhirnya
pengambilan kebijakan akhir tersebut tetap ditentukan oleh eksekutif (Kepala
Daerah).
4. Konsep dan kebijakan
upah minimum harus diubah, upah minimum harusnya hanyalah jaring pengaman bagi
buruh dengan status lajang dan masa kerja dibawah satu tahun, selebihnya harus
ada kesepakatan bipartit yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
5. Untuk memperkuat posisi
tawar serikat buruh di Dewan Pengupahan maka perlu ditingkatkan kemampuan
negosiasi dan koordinasi.
6. Dalam pengambilan
keputusan di Dewan Pengupahan baik pihak pengusaha maupun buruh harus sama-sama
terbuka, pengusaha bila belum siap menghadapi kenaikan upah harus didukung
dengan data-data, demikian pula buruh, tuntutan kenaikan upah harus diimbangi
dengan peningkatan produktivitas dan pengetahuan mengenai kemampuan perusahaan.
7. Begitu pula pemerintah,
dukungannya tetap diperlukan agar tercipta hubungan yang sinergis antara buruh
dan pengusaha, yakni dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan melakukan
perannya secara optimal, baik dari segi pengawasan terhadap implementasi Upah
Minimum maupun sebagai fasilitator/mediator dalam perundingan antara pengusaha
dan buruh.
BAB
2
KASUS
Pembayaran Upah Tenaga Kerja Akan
Diawasi Ketat
Penulis : Kontributor Ambon, Rahmat
Rahman Patty | Rabu, 19 September 2012 | 18:50 WIB
AMBON,
KOMPAS.com -
Pemerintah Kota Ambon akan mengawasi ketat pembayaran upah tenaga kerja sesuai
dengan ketentuan Upah Minimun Provinsi (UMP) yakni sebesar Rp 1.050.000. Kepala
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Ambon Adser Lamba, kepada
wartawan di Balai Kota Ambon, Rabu (19/9), mengatakan, saat ini salah satu
masalah serius yang terus disikapi pihaknya yakni pembayaran upah kerja yang
tidak sesuai UMP.
"Kita
terus mengawasi persoalan pembayaran upah tenaga kerja karena banyak pembayaran
upah tidak sesuai dengan UMP," tandasnya.
Ia
mencontohkan, temuan-temuan di beberapa tempat usaha seperti hotel dan rumah
makan kecil, diketahui bahwa pembayaran
upah tidak sesuai UMP. menurutnya, hal ini disebabkan pendapatan yang diterima
dari usaha yang dijalankan, belum mencukupi kebutuhan membayar upah karyawan.
Kondisi seperti ini, lanjutnya, berbeda dengan sektor usaha yang telah maju,
dengan pemasukan besar.
Lamba
menambahkan, sebagai bentuk tindak lanjut penanganan persoalan tersebut, saat
ini pihaknya menjalankan pola yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ia
mengakui, jika sebelumnya yang dilakukan adalah mendatangi pengusaha, mulai
tahun ini pihaknya akan melakukan pendekatan bersama dengan tiga pihak
sekaligus, yakni pengusaha, tenaga kerja dan petugas Disnakertrans Kota Ambon.
"Tujuannya
supaya ada informasi yang seimbang dan data yang kita menjadi valid. Kemudian
nanti akan dibuktikan dengan penyertaan daftar gaji," paparnya.
Dirinya
bahkan mengajak para tenaga kerja untuk melapor ke Disnaker Kota Ambon jika
ditemukan kejanggalan dan pelanggaran dalam bekerja. Sebab layanan pengaduan
tenaga kerja dibuka setiap saat selama jam kerja.
Lamba
mengaku, sejauh ini pihaknya menemui kendala dalam penegakan aturan terkait
pembayaran upah tenaga kerja. Pasalnya, kebanyakan tenaga kerja yang saat
menemui masalah tenaga kerja, tidak melapor secara langsung di kantor Disnaker
Kota Ambon.
"Padahal
laporan dari tenaga kerja sangat dibutuhkan, sebagai acuan bagi kita untuk
mengambil langkah tegas. Kalau tidak ada laporan resmi, kita akan kesulitan.
Karena untuk penanganan masalah tenaga kerja, ada tahapan proses yang harus
dilalui, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang
Ketenagakerjaan," jelas Lamba.
Editor :
Farid Assifa
ANALISA KASUS
Melihat dari kasus
di atas dapat dianalisa bahwa di daerah tersebut masih terdapat masalah didalam
pemberian upah terhadap tenaga kerja, ada beberapa kemungkinan yang terjadi
diakibatkan adanya ketidak merataan upah yang seharusnya menjadi hak para
pekerja. Kami menyimpulkan 3 alasan yang membuat masalah tersebut timbul :
1.
Kurang Informasi
Dalam kasus tersebut kemungkinan
yang terjadi adalah kurangnya informasi pekerja tentang gaji yang seharusnya
dia terima
2. Tidak Patuhnya
Perusahaan Pada Peraturan
Perusahaan melakukan
penentuan jumlah upah sepihak dan tidak mematuhi peraturan yang telah ada di
dalam undang- undang.
3. Kurangnya Lapangan
Kerja yang Tersedia
Dalam hal ini
kurangnya lapangan kerja menjadi salah satu pengaruh yang menyebabkan kurangnya
tenaga kerja yang mau melapor ke kantor
Disnaker. Para tenaga kerja takut akan kehilangan pekerjaan bila melapor dan
itu menyebabkan mereka menerima gaji yang diberikan oleh pengusaha.
BAB 3
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dalam penentuan kebijakan upah minimum haruslah lebih
memperhatikan kebutuhan hidup buruh agar dapat hidup layak ditengah masyarakat
dan sosialnya. Sehingga akan berdampak bagi kehidupannya di masa mendatang.
Upah Minimum sudah saatnya diganti menjadi Upah Layak yang lebih berpihak
terhadap penghargaan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, serta
kehidupan yang lebih baik, di tengah kepungan kebijakan informalisasi
ketenagakerjaan dalam paradigma liberalisasi pasar.
Saran
Untuk saat ini diperlukan segera sebuah peraturan
perundang-undangan baru mengenai Upah Layak yang dapat diterima baik oleh
pengusaha maupun buruh. Sangat diperlukan adanya hubungan yang baik antara
buruh dan pengusaha serta pemerintah dalam rangka mewujudkan adanya perjanjian
bersama yang setara dan seimbang antar unsur-unsur tersebut terutama
membicarakan masalah upah.
DAFTAR PUSTAKA
http://regional.kompas.com/read/2012/09/19/18501661/Pembayaran.Upah.Tenaga.Kerja.AAka.Diawasi.Ketat
http://wongdesmiwati.wordpress.com/2010/11/03/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kebijakan-upah-buruh-di-indonesia-analisis-ump-2001-2008/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar